Di sana kami hanya
bertemu satu tenda lain di atas. Dan itu pun sudah packing, Nampak bersiap – siap pulang. Karena memang kami sudah
berniat, kami pun meneruskan untuk camping
di sana. Akhirnya, setelah jam lima sore kami selesai membangun tenda dan
perlengkapan lainnya.
Malam pertama kami
benar-benar bersenang – senang. Bernyanyi – nyanyi… sambil bermain gitar dan
minum. Akhirnya setelah kami cukup lelah, kami pun tidur.
Esok paginya aku
bangun dan membereskan sisa api unggun. Dan membuat api unggun baru untuk makan
siang. Namun saat aku akan mengambil minyak tanah. “Hah!!” aku melihat di dekat
tenda situ ada bekas telapak tangan. Aku ingat sekali sebelumnya memang tidak
ada.
Karena tidak berpikir
yang aneh – aneh, aku pun menghiraukannya. Sampai… sekitar jam empat sore entah
kenapa aku mulai merasa tak nyaman. Aku merasa kalau sore itu berbeda sekali
suasanya dengan sore kemarin. Suasana saat itu sepi sekali. Bahkan tidak
terdengar suara binatang satu pun. Hanya suara daun – daun pohon yang tergesek
karena ditiup angin. Setelah Maghrib, suasana menjadi tambah seram. Kali ini
sesekali bunyi lolongan anjing terdengar di sekitar.
Saat itu kami tak
banyak bertingkah. Karena suasana di sana pun Nampak tidak bersahabat. Dan Lutfi saat itu mulai bertingkah aneh. Ia
menyilangkan kedua tangannya sambil memegang bahu dan matanya menatap kosong.
Dia menggigil kedinginan.
“Fi? Fi kenapa lo,
Fi?? Fi..?”
Lutfi pun tak
menjawab. Akhirnya aku membawa Lutfi masuk ke tenda agar terasa hangat. Aku
melihat di luar Gio, temanku yang satu lagi sedang beres – beres. Tingkahnya
pun tampak aneh. Ia menyimpan panci yang berisi bubur kacang sisa makan malam
tadi, lalu tanpa melihatku dia berjalan menunduk masuk ke dalam tenda. Aneh..
Aku duduk di depan api unggun, sambil membereskan piring sisa makan malam.
Dan ketika itu,
“Aduuuhh…” ada seseorang yang melemparku dengan batu. Spontan aku melihat ke
belakang. Tidak ada siapa – siapa. Namun “Astaga!” sepertinya ada seseorang di
sekitar sini. Seseorang yang sedang memperhatikan kami sejak kemarin. Aku
mengambil senter dan mencoba menerawang ke sekitar dengan senterku. Perlahan,
aku bisa melihat batang – batang pohon tua juga rumput dari semak belukar. Dan ketika
lampu senterku mengarah ke arah hutan depan tendaku, “Waaahh…..” tak sengaja
lampu senterku menyorot seorang wanita yang mengintip dari balik pohon. Aku langsung
membanting senterku dan bergegas masuk ke tenda.
“Hah.. Hah.. Hahh..
itu apa? Siapa?” dengan nafas terengah
engah, aku langsung menutup rapat – rapat tendaku. Aku lihat Lutfi masih
terbaring menggigil. Dan kali ini Gio kulihat duduk bersila sambil kedua
tangannya memegangi perutnya. Mulutnya berkomat – kamit. Seperti membaca doa. Dan
wajahnya terlihat sangat pucat.
Ah.. Bola mata Gio
tiba – tiba saja melihat ke arahku. Dan dengan
berbisik dia bilang padaku, “Ssstt.. Denger suara lonceng gak? Denger suara
lonceng gak kamu..?”
“Lonceng??” aku
terkejut, karena aku merasa tidak mendengar apa – apa. Kami pun sunyi sejenak
untuk mencari suara yang Gio maksud. Da.. Dann..
TENG.. TENG.. TENG..
Benar saja. Dari jauh
sayup – sayup terdengar suara lonceng. Mirip seperti suara lonceng delman. Suara
itu mulai terdengar semakin dekat. Semakin mendekat.. Makin mendekat..
Sampai suara langkah
kaki kudanya pun ikut terdengar. Aku dan Gio mulai panik. Kami ketakutan. Tapi karena
penasaran, aku mengintip ke arah luar melalui celah – celah tenda. Suasana di
luar sangat gelap gulita. Dan.. Dari jauh aku melihat cahaya kuning datang mendekat sejalan dengan suara lonceng dan langkah
kaki kuda yang semakin keras.
Karena ketakutan, aku
langsung menutup lagi tendanya. Dan suasana kini berubaha drastis ketika,, “Ya
TUHAN!!” Aku dikagetkan oleh Lutfi yang tiba – tiba saja teriak. Dan juga
dengan bahasa Sunda. Namun tidak jelas. Kami mencoba membangunkannya. Tapi dia
tetap saja seperti itu dan malah semakin keras, seperti kesurupan. Dan kami pun
baru sadar kalau lonceng delman itu kini terdengar tepat di depan tenda kami. Karena
kami bisa lihat ada cahaya kuning di depan tenda kami. Semakin terdengar jelas
suara lonceng itu semakin keras pula suara Lutfi berteriak. Aku mencoba
memegangi Lutfi. Sambil berusaha menyadarkan Lutfi. Gio pun membantuku. Dan tiba
– tiba “Aaaaahhh….” Sebuah angin yang sangat besar menghembuskan tenda kami. Sampai
– sampai tenda kami hampir terbalik. Dan ketika angin itu lewat seketika suara
itu pun lenyap. Teriakan Lutfi pun terhenti.
“Haahhh…..” Aku dan
Gio menghela nafas panjang. Berharap kejadian ini berhenti sampai di sini. Kami
hanya bisa berdoa, hingga menunggu pagi. Aku tidak berani keluar. Di luar
sangat gelap sekali. Sampai tidak terasa waktu telah melewati tengah malam. Tiba
– tiba terdengar suara mobil. Aku memberanikan diri untuk melihat keluar. Dan aku
melihat sebuah cahaya mobil yang berhenti di seberang hutan. Reflek aku
langsung berlari mendekati mobil itu, meninggalkan Gio dan Lutfi.
Ternyata itu kakaknya
Lutfi yang juga kembarannya Lutfi. Katanya ia mempunyai perasaan yang tidak
enak. Dan akhirnya menyusul kami. Selagi kakaknya Lutfi memutarkan mobil, aku
kembali ke tenda untuk mengajak Gio dan Lutfi.
“Gi…!!! Ayo Gi, itu kakaknya Lutfi! Buruan…” Tapi tidak ada jawaban dari Gio. Perlahan saat aku
lihat ke dalam tenda, “ASTAGA!!!” Yang kulihat di dalam tenda kini kulihat ada
tiga orang. Gio,, Lutfi,, Dan,, satu orang lagi, Seorang Wanita duduk sambil memegangi
Lutfi!! Aku langsung menarik Gio dan Lutfi keluar dari tenda. Tak lama kakak
Lutfi datang membantu, dan kami pun berhasil sampai di mobil. Hingga akhirnya,
aku tak ingat berapa lama perjalanan itu.
Akhirnya kami sampai
di rumah Lutfi. Dan memutuskan untuk beristirahat dan bermalam di sana.
Esok harinya, kami
berkumpul. Lutfi Nampak sudah sadar. Dan kami pun saling bercerita. Ternyata pada
malam pertama kita sedang bernyanyi – nyanyi, Lutfi melihat seorang wanita
dengan postur tubuh yang tidak profosional. Kaki dan tangannya panjang,
memanjat turun dari salah satu pohon. Setelah melihat itu, ia tidak
menceritakannya padaku. Sampai saat malam berikutnya ia melihat lagi. Dan ketika
itu badannya terasa kaku. Sampai akhirnya ia di bawa melayang oleh makhluk itu.
Dan kembaran Lutfi melihat hal yang sama seperti yang dialami Lutfi. Namun di
dalam mimpi. Maka dari itu ia datang menyusul.
Dan aku baru sadar. Dan
terjelaskanlah telapak tangan yang ada di dekat pohon itu. Lain lagi yang
dilihat Gio. Ia melihat sebuah kereta kencana dengan kuda mondar – mandir di
sekitaran tenda. Yang akhirnya pun aku mendengarnya. Menurut Gio, sampai kita
di dalam mobil pulang ke rumah Lutfi. Ia masih melihat kereta kencana itu
mengikuti kami. Dan menghilang sampai di jalan yang agak ramai.
Setelah kejadian itu,,
aku selalu berpikir.. Di tempat sesepi apapun kita.. Kita itu tidak pernah
sendiri..
Kamu punya pengalaman menyeramkan atau cerita seram yang ingin kamu bagi?
kirim saja melalui email kami di "sharenightmareside@gmail.com"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Untuk Kunjungannya.
Silahkan Memberi Komentar. Saran dan Kritik Anda Sangat Saya Hargai.
Insyallah Blog Anda Akan Saya Kunjungi Balik...