Kejadian ini ku alami beberapa tahun lalu. Aku merupakan anak
sulung dari dua bersaudara. Aku tinggal di sebuah kampung yang letaknya tidak
terlalu jauh dari sebuah sungai yang berdekatan dengan muara. Sebenarnya,
sungainya gak begitu besar. Tapi karena sering dijadikan jalan alternatif para
nelayan, waktu siang hari sungai itu sangat ramai. Di sepanjang sungai
ditumbuhi tanaman bakau yang masih sangat terjaga kelestariannya. Oya, antara
kampungku dan sungai itu dipisahkan oleh hutan kecil yang tak begitu lebat. Nah
di pinggir hutan itu aku tinggal bersama kedua orang tuaku juga adikku, Heru,
namanya.
Kami orang miskin. Hidup kami sangat memprihatinkan. Bapakku
hanya bekerja sebagai pencari kayu. Dan hanya mampu membeli singkong yang
kemudian dijadikan makanan.
Setelah lulus SMP, Oya, aku dan adikku bisa sekolahpun berkat
bantuan dari salah seorang sahabat lama Bapak yang merasa sedih melihat keadaan
kami. Aku tidak melanjutkan sekolahku dan memilih untuk bekerja untuk membantu
ekonomi keluarga. Aku bekerja sebagai buruh harian dengan penghasilan yang
hanya cukup untuk makan. Itupun hanya dengan lauk seadanya, tempe ataupun tahu.
Lebih baik memang, tapi aku tidak bisa menabung untuk berjaga – jaga kalau –
kalau ada kebutuhan biaya mendadak.
Saat ini, adikku Heru ikut berkerja serabutan dan jarang
pulang pula. Ia lebih banyak menghabiskan waktunya untuk mancing di sungai.
Aku, ibu, dan bapak hanya bisa membiarkannya saja. Karena kami merasa tak
pernah bisa membahagiakannya. Tak ada yang perlu dikhawatirkan, karena selama
ini ia tidak pernah melakukan hal yang merugikan orang lain.
Singkat cerita, ibuku sakit keras. Karena aku tidak punya
banyak uang, aku hanya membawa ibu ke salah satu dukun di kampung tempat aku
tinggal. Pengobatan yang diberikan oleh dukun tidak membuahkan hasil. Malah
penyakit ibu tambah parah. Dan tubuh ibuku saat itu sangat kurus tambah ceking.
Dan kulitnya pun hanya dibalut oleh tulang.
Saat itu aku sangat sedih melihat kondisi ibuku. Aku tidak
mampu berbuat apa – apa. Untuk pinjam uang ke tetangga pun tidak mungkin,
karena rata – rata penduduk kampungku hidupnya sama dengan kondisi keluargaku.
Heru segera mengingatkanku untuk membawa ibu ke rumah sakit.
Kalau – kalau terjadi hal – hal yang tidak kami inginkan. Karena kondisi ibuku
saat itu sudah sangat kritis. Tapi aku mencoba berpikir realistis. Orang miskin
seperti kita, berobat di rumah sakit seperti mimpi di siang bolong.
Tetapi dengan pandangan matanya, Heru meyakinkanku. Ia
berkata kalau ia akan mencari uang. Jujur aku sangat terkejut. Tidak ingin
terlalu lama berdebat, kami segera membawa ibuku ke rumah sakit yang mengingat
kondisinya sudah sangat kritis.
Hampir dua minggu ibu dirawat di sana. Kami menunggui ibu
secara bergantian. Anehnya Heru selalu meminta untuk menunggui ibu pada siang hari.
Dengan alasan, malam hari ia akan mencari uang untuk membiayai pengobatan ibu.
Sebetulnya aku menaruh rasa curiga pada adikku ini. Rasanya
tidak mungkin ia bisa menanggung semua biaya pengobatan ibu. Aku tau Heru tidak
pernah bohong, apalagi ikut ajaran sesat ataupun mencuri. Aku tau betul watak
adikku itu.
Setelah perawatan selesai, dokter memperbolehkan ibu untuk
pulang. Dan aku melihat Heru yang membayar semua biaya rumah sakit ibu. Sumpah
aku kaget melihat Heru mengeluarkan tumpukan uang dari saku celananya. Semua
uang itu masih baru. Saking banyaknya, sepertinya uang itu masih bisa dipakai
untuk biaya makan kami selama satu tahun. Saat itu aku bingung. Darimana ia
bisa mendapatkan uang sebanyak itu?
Setelah sampai di rumah, aku bertanya ke Heru darimana ia
dapet uang sebanyak itu. Ia hanya berkata, kalau uang itu halal, dan ia kerja
banting tulang demi ibu.
Semakin hari sikap Heru tampak aneh. Kini ia sangat jarang
pulang. Padahal biasanya ia hanya kerja di malam hari. Malah hampir satu
minggu. Dan setiap dia pulang ke rumah, ia selalu pulang bawa uang banyak dan
juga perhiasan – perhiasan mahal. Seperti gelang, kalung, alat rumah tangga,
sampai uang logam. Tapi di setiap barang – barang itu menunjukkan ciri motif
jaman Cina kuno. Dan Heru masih belum bercerita apa – apa mengenai pekerjaannya
itu.
Rasa penasaranku sudah tidak bisa ditahan lagi. Aku berniat
mengikuti kemana Heru pergi.
Malam itu Heru berangkat pergi. Aku mengikutinya dari jauh.
Ia berjalan masuk ke dalam hutan. Hampir setengah jam ia terus berjalan. Dan ia
berhenti di pinggiran sungai.
Betapa kagetnya aku saat melihat suasana di sekitar pinggiran
sungai. Tempat itu terang sekali seperti di pasar malam. Di sana ku lihat ada
sebuah kapal kuno yang sangat besar. Dari bagian depan kapal bisa ku ketahui
bahwa kapal tersebut berasal dari daratan Cina. Tapi kenapa bisa ada di sini.
Anehnya, sungai itu airnya sangat dangkal. Jadi rasanya
mustahil sekali kapal sebesar itu bisa berlabuh di sini. Aku melihat Heru masuk
ke dalam kapal tersebut. Dan kapal itupun pergi dan hilang.
Tiba – tiba aku dikejutkan oleh sebuah tepukan di pundakku.
Spontan aku langsung membalikkan badan. Dan ternyata itu Bapak. Bapak hanya
tersenyum. Dan bapak menjelaskan bahwa Heru sudah menceritakan semuanya ke
Bapak, dulu saat ia sedang mancing di tepi sungai, ia melihat kapal tersebut
dan ditawari pekerjaan sebagai tenaga bongkar muat kapal.
Sesuatu yang memang tidak masuk akal. Tapi kisah ini benar –
benar ku alami. Kini kehidupanku jauh dari kata cukup. Mempunyai Rumah yang
layak, usaha warung kecil, kendaraan sendiri, bahkan aku bisa melanjutkan
sekolahku kembali. Tapi entah dengan Heru adikku, ia masih senang bekerja
sebagai awak kapal Gaib. Aku hanya bisa berdoa, semoga adikku tidak pernah
mengalami hal – hal buruk dengan apa yang dia alami.
Pengirim Cerita : Tidak mau disebutkan namanya.
Kirimkan cerita atau pengalaman menyeramkan Anda ke alamat email Kami di ShareNightmareside@gmail.com, agar teman - teman pecinta "Dunia Mistis" juga bisa merasakan apa yang kamu rasakan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima Kasih Untuk Kunjungannya.
Silahkan Memberi Komentar. Saran dan Kritik Anda Sangat Saya Hargai.
Insyallah Blog Anda Akan Saya Kunjungi Balik...